Ads Top

(Majelis ke 52) Pandanglah Manusia dengan Pandangan Fana’(Fathur-rabbany)

Terjemah Kitab

Fathur-Rabbany

wal

Faidhur-Rahmany

Karya
 Syeikh Abdul Qadir Al-Jailany ra.
Majelis ke 52
Pandanglah Manusia dengan Pandangan Fana’

Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
Jumat pagi 3 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya

Wahai kaumku, larilah kalian menuju Allah Azza wa-Jalla, larilah dari makhluk, dunia, dan segala selain Dia, secara total jadikan hatimu bagiNya. Tidakkah kalian dengar firman Allah Azza wa-Jalla:
“Ingatlah, segala perkara kembali kepada Allah.” (Asy-Syuro 53)

Anak-anak sekalian, janganlah anda memandang makhluk dengan mata keabadian, tapi pandanglah dengan mata kefanaan. Janganlah anda memandang mereka dengan pandangan derita dan manfaat.  Lihatlah mereka dengan pandangan lemah dan hina. Satukan hatimu pada Allah Azza wa-Jalla dan berserahlah padaNya.
Janganlah anda mengigau terhadap sesuatu yang kosong. Dunia dan segala yang muncul di dalamnya adalah kosong. Makhluk dengan segala masalahnya adalah kosong. Hati orang beriman kosong dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla, apalagi bila ia tidak terlibat dalam aktivitas dunia. Bila aktivitas dunia dan keluarganya muncul, ia menolong mereka dan memberikan konsumsi menurut kadar keperluannya, maka hatinya dalam segala situasi dan kondisi tetap kosong dari segalanya selain Allah Azza wa-Jalla.
Ia sama sekali tak terpengaruh oleh apa pun. Tidak pula menuntut perubahan dan pergantian. Karena ia tahu apa yang sudah ditentukan oleh Allah Azza wa-Jalla, tak akan berubah. Bagian baginya sudah selesai, tidak lebih juga tidak kurang, tidak pula minta lebih dan minta kurang, tidak pula minta disegerakan bagiannya atau ditunda bagiannya, tidak pula ingin cepat-cepat datangnya. Sebab  ia tahu bahwa waktu sudah ditentukan. Ia dan hamba sepadannya adalah orang-orang yang sehat akalnya.
Sedangkan mereka yang mencari tambah dan minta dikurang, minta dipercepat maupun minta ditunda adalah orang-orang gila. Padahal siapa yang ridho terhadap yang datang dari Allah Azza wa-Jalla, ia mendapatkan pertolongan dalam segala perilaku, stiuasi maupun kondisi, senantiasa ia dicintaiNya dan dikenalNya, lalu sepanjang sisa usianya Allah Azza wa-Jalla menyertainya, dalam menempuh hasrat untuk berserasi denganNya, lalu Dia memberikan pertolongan dan mendekatkan padaNya, dan Dia berfirman: “Akulah Tuhanmu.” (Qs. Thoha 12) di saat ia bimbang dan terputus, sebagaimana firmanNya pada Nabi Musa as, “Akulah Tuhanmu.”
Allah Azza wa-Jalla berfirman kepada Nabi Musa as, secara dzahir, dan berfirman kepada sang arif ini melalui qalbunya secara batin yang bisa didengar sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang, serta bentuk kemuliaan  bagi NabiNya as.
Mu’jizat para Nabi as, itu nyata secara dzahir, sedangkan karomah para wali itu tersembunyi dalam batin. Merekalah pewaris para Nabi yang terus menerus menegakkan agama Allah Azza wa-Jalla, menjaganya dari syetan manusia dan jin.
Betapa bodohnya kamu terhadap Allah Azza wa-Jalla, lewat para RasulNya anda pun masih tidak mengerti.

 Hai orang munafik, para Sufi tidak seperti itu. Anda membaca Al-Qur’an tapi tidak mengerti. Apa yang anda baca, amalkan, apa yang anda mengerti amalkan. Jangan sampai di dunia ini anda tanpa akhirat. Apalagi setelah itu anda kontra dengan mereka.
Pakailah akal sehat, beradablah, bertobatlah dan bertanamlah. Anda saat ini tidak punya apa-apa di sisi Allah Azza wa-Jalla, begitu pula di hadapan para RasulNya dan para WaliNya, di hadapan ilmu anda sendiri  dan di hadapan makhlukNya.
Disiplinlah dalam bertaubat, diam, tafakkur tentang kematianmu dan situasimu dalam kubur, sampai anda benar-benar mengenal pengetahuan. Amalkan ilmu itu bersama Allah Azza wa-Jalla hingga cahayaNya menerangimu dunia dan akhirat. Terimalah apa yang kukatakan dan seriuslah menjalaninya. Tinggalkan bergantung pada hal-hal yang sudah ditentukan, karena bisa membuatmu bingung. Tinggalkan argumen para pemalas.
Kita tak berdaya dengan ketentuan yang sudah ada. Namun kita tidak lebih dari sekadarnya, berusaha dan beramal, kita tidak mengatakan, Dia berkata dan kami mengatakan, kenapa dan bagaimana. Sungguh kita tidak memasuki pengetahuan Allah Azza wa-Jalla, kita berusaha dan Allah bertindak terhadap apa yang dikehendakiNya. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Dia tidak ditanya atas apa yang dilakukan, (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan)” (Al-Ambiya’ 23)
Bila perkaramu sudah tuntas, dan Allah Azza wa-Jalla mendekatkan hatimu padaNya, zuhudmu di dunia ini dan kecintaanmu pada akhirat benar, maka anda akan menemukan  namamu akan tertulis di pintu kedekatanmu pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bahwa si Fulan bin Fulan adalah tergolong hamba Allah yang dimerdekakan. Itu tidak akan berubah, berkurang dan bertambah, hingga syukurmu semakin tambah pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bertambah tindakanmu untuk kebajikan dan kepatuhan di hadapanNya, dan pada saat yang sama anda tidak meninggalkan rasa takut dari hatimu dan tidak pula melemahkan KuasaNya, dan bacalah firmanNya Azza wa-Jalla:
"Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan. Dan di sisiNya adalah Ummul Kitab” (Q.s. Ar-Ra’d: 39) dan  “Dia tidak ditanya atas apa yang dikakukan (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan )” (Al-Ambiya’: 23)
Janganlah anda terpaku pada yang termaktub, karena Sang Maha Kuasa bisa menghapusnya, Dia juga Kuasa merusaknya. Jadilah orang terus taat, takut, malu, waspada, sampai mati, dan anda tergolong orang yang selamat dari dunia menuju akhirat. Maka disinilah anda aman dari perubahan dan pergantian hai orang yang dipenuhi oleh kebodohan, kemunjafikan, dan ambisi duniawi.
Hai pemakan barang haram bagaimana anda ingin meraih cahaya qalbu dan kebeningan rahasia qalbu, bicara dengan penuh hikmah? Kaum sufi itu berbicara karena harus bicara, tidurnya karena ketiduran, makannya seperti makannya orang sakit, hingga maut menjemputnya. Mereka ini menyerupai malaikat, seperti yang difirmankan oleh Allah Azza wa-Jalla:

“Mereka (para malaikat) tidak mengingkari  apa yang diperintahkan Allah pada mereka, dan mengerjakan apa yang diperintahkannya.” (At-Tahriim, 6).

Mereka menyerupai para malaikat, dan para malaikat itu adalah ulama-ulama mereka, melayani mereka dalam menjalankan tugas-tugas dunia akhirat.


Hai kaum sufi, bila kata-kataku tidak masuk dalam jiwamu, maka dengarkanlah dengan penuh iman dan pembenaran. Karena kata-kataku mengarah di hati, maka dengarkan dengan telinga hatimu dan rahasia hatimu, pada saat itulah akan berpadu; lahir dan batinmu, dan duri hawa nafsumu akan pecah, sedangkan api nafsumu pun padam. Karena nafsu terburukmu membuatmu suka dengan dunia dan membuatmu benci dengan kefakiran, lalu membuatmu hancur dalam kerusakan.

Sebagian Sufi menegaskan, Hakikat taqwa itu,  bila anda mengggabungkan apa yang ada di hatimu dan anda biarkan dalam satu tempat terbuka, lalu anda kelilingkan ke pasar, tak satu pun membuat anda malu. Namun wahai si tolol, bila dikatakan padamu, “Taqwalah kepada Allah swt,” anda menjadi marah. Bila dikatakan kebenaran padamu, anda mendengar namun anda menghina sinis.  Bila ada orang yang kontra dengan anda justru anda berkeras kepala mempertahankan anda dan membela diri atas kekerasan hati anda.
Allah Swt berfirman dalam hadits qudsi:
“Aku senantiasa mencintai kalian sepanjang kalian taat padaKu, maka ketika kalian maksiat padaKu, maka Aku marah pada kalian.”

Allah Azza wa-Jallah mencintai kalian bukan karena Dia butuh pada kalian, namun karena kasih sayangNya padamu. Dia mencintai anda bukan untukNya, namun untukmu. Doa mencintai taatmu , karena manfaatnya kembali pada dirimu. Karena itu hendaknya anda aktif dan menghadap pada Yang mencintaimu dan berpaling dari mencintaimu untuk kepentingannya.

Orang beriman itu lupa segalanya karena hanya mengingatNya Azza wa-Jalla, hingga ia berhasil mendekat padaNya, hidup bersamaNya dan bersertaNya, maka ia akan meraih tawakkal yang benar. Bila tawakal  dan tauhid orang beriman benar , dunia dan akhiratnya dicukupi oleh Allah Ta’ala. Sebagainmana dianugerahkan pada Nabi Ibrahoim as yang dianugerahi makna nya dan kondisinya, bukan formalitas rupanya. Allah memberikan makan dan minum dari sumber minuman dariNya, dan menempatkannya di ruang terhormatNya, bukan  berarti  memberikan wujud kedudukanNya.
Disinilah penisbatan dariNya akan benar bila ditinjau dari segi esensi maknanya bukan dari wujud  bentuknya.

Ingatlah apakah anda tidak malu jika anda mengabdi kegelapan dan makanan haram? Sampai kapan anda mengabdi para raja-raja yang sebentar lagi lengser?  Kapan anda menerima limpahan pengabdian kepada Allah swt yang tak pernah lengser selamanya? Jadilah orang yang berakal sehat, terimalah sedikit dunia dan banyak akhirat, terimalah dari bagian zuhudmu dan engkau akan meraih pintu-pintu Tuhanmu Aza wa-Jalla melalui Tangan KuasaNya, tindakan dan kesertaanNya, bukan dengan tangan dunia, bukan melalui pintu dan tangan-tangan penguasa yang bergabung dan kesenangan dan nafsu, syetan dan khalayak awam.

Bila engkau raih dunia sedangkan hatimu ada di pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla maka para malaikat dan ruh para Nabi ada di sekitarmu. Tentu jauh sekali perbedaan kedua di atas.

Orang-orang yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami baik di jalan maupun di rumah-rumah kami,  dan kami tidak makan kecuali yang datang dariNya. Sedang orang-orang zuhud  makan dari dalam syurga. Orang-orang arif selalu makan di sisiNya walau mereka ada di dunia.
Sang pecinta tidak makan di dunia maupun di akhirat karena makanan dan minuman mereka adalah kemesraan dan kedekatan dari Tuhannya serta memandang Sang Kekasihnya. Mereka menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan kedekatan padaNya, Tuhannya dunia dan akhirat. Dan Shiddiqun dengan cintanya menjual  akhirat demi WajahNya dan hanya menghendakiNya, bukan lainNya. Ketika jual beli selesai ia penuh dengan kemuliaan, lalu dunia dan akhirat diberikan padanya sebagai anugerah. Ia mengambil seperlunya menurut perintahNya, tanpa merasa butuh pada keduanya. Mereka melakukan itu semua sebagai penyelarasan dengan takdir dan beradab yang bagus dengan takdirNya. Mereka menerima dan mengambil sembari berkata:
“Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang kami ingiunkan.” (Huud 79)

Anda akan merasakan, “Kami relah bersamaMu bukan dengan selainMu, dan kami pun rela dengan lapar Dan dahaga, compang-camping hina dina,  yang tenteram, dan hendaknya kami selalu ada di depan pintuMu.”

Ketika mereka rela dengan itu semua dan menegaskan jiwanya maka Allah memandang mereka dengan pandangan cinta kasih, Allah Azza wa-Jalla pun memuliakan mereka setelah mereka merasa hina, Allah mencukupinya setelah mereka merasa fakir dan dihamparkan rasa taqarrub di dunia dan di akhirat kepadaNya.

Orang beriman melakukan tindakan zuhud di dunia  sehingga zuhudnya memberishkan kotoran di batinnya, lalu datanglah akhirat,  ia menghuninya dengan hatinya, lalu datanglah unsur pembersih hatinya karena akhirat pun dinilainya jadi hijab untuk mendekat kepadaNya Azza wa-Jalla. Disinilah ia tinggalkan kesibukan dengan makhluk secara total, kemudian hanya menjaga dan menjalan perintahNya, menjaga batas-batas syar’i antara dirinya dengan publik, kedua matahatinya terbuka, lalu ia melihat cacat jiwanya dan para makhluk, sampai ia tidak tenang kecuali berada di sisi Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia tidak mendengar selain dariNya, tidak menggunakan akal selain dariNya, tidak terpaku kecuali pada janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas selain Dia, dan aktif bersamaNya. Jika semua ini sempurna ia masuk dalam posisi “tiada mata pernah memandang dan tiada telinga pernah mendengar serta tiada intuisi di hati manusia.”

Anak-anak sekalian?Aktifkan dirimu untuk mengoreksi diri, lalu engkau dapatkan manfaat, baru engkau berikan pada yang lain. Jangan seperti lilin yang membakar dirinya dan menerangi lainnya. Jangan sampai dirimu masuk dalam sesuatu hal bersama dirimu, nafsu dan hawa nafsumu. Bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu, Dia berikan padamu untukNya, bila Allah Azza wa-Jalla menghendakimu untuk memberi manfaat bagi publik pasti Dia memerintahmu untuk terjun di sana, memberi kekuatan dan keteguhan atas kekerasan jiwa mereka, dengan keleluasaan hatimu terhadap makhluk. ALLAH Azza wa-Jalla pun melapangkan dadamu, dan memberikan kepastian hukum pada batinmu, dan meresapkannya ke batinmu. Saat itulah yang ada hanya Dia bukan anda. Dengarkan apa yang difirmankan)Nya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan kamu khalifah di muka bumi “ ( Shaad 26)

Dan firmanNya: “Sesungguhnya Kami jadikan dirimu Khalifah”.

Sepanjang anda merasa bisa bicara, maka diri anda mewakili ego nafsu anda.  Sedangkan kaum Sufi tidak memiliki hasrat dan kehendak, namun mereka semata hanya mengaksentuasi perintah Allah Azza wa-Jalla Dalam ucapan, tindakan dan pengaturan.

Wahai orang yang lepas dari jalan yang lurus jangan anda berhasrat pada sesuatu, karena anda tidak mempunyai argument kuat untuk mempertahankannya. Halal itu jelas dan haram itu jelas.  Namun betapa buruknya dirimu pada Allah Azza wa-Jalla, betapa sedikitnya rasa takutmu padaNya, namun betapa banyaknya anda merendahkan nilai memandangNya. Nabi saw, bersabda:
“Takutlah kepada Allah Azza wa-Jalla seakan-akan engkau melihatNya, dan bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hr Bukhari)

Mereka yang sadar diri senantiasa memandsng Allah Azza wa-Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadi lah keteguhan yang satu yang menggugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya.
Semua bangunan runtuh tinggal maknanya.  Seluruh sendi-sendiri putus  dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa-Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan senantiasa terus demikian dalam mennjalani ujian di RumahNya.
“Maka itulah Dia memandang bagaimana mereka beramal.” (Sal-A’raaf 129).

Sirr (rahasia batin) adalah raja, dan qalbu adalah perdana menteri. Nafsu, lisan dan seluruh banggota tubuh adalah pasukan yang mengabdi pada sirr dan qalbu. Sirr meminum dari lautan Ilahi Aza wa-Jalla dan qalbu minum dari lautan sirr. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu, lisan minum dari nafsu, serta seluruh anggoita badan minum dari lisan. Bila lisan bagus, pasti darti qalbu yang bagus, dan jika rusak maka rusak karenanya. Lisan anda butuh kendali ketaqwaan dan taubat dari bicara pada hal-hal yang hina dan munafik. Bila bisa langgeng lisan anda demikian, kefasihan lisan akan berbalik pada kefasihan qalbu  dan akan memancarkan cahaya dari qalbu itu, lantas memancar pada lisan serta seluruh tubuh. Bila segalanya sempurna, lisan yang dekat pada taqarrub akan menyerap jiwa taqarrub, lalu lisan tak ada lagi ucapan, tak adsa doa, dan tak ada dzikir yang terucap. Doa, dzikir maupun ucapan begitu jauh darinya, sedangkan yang dekat adalah diam, beku dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.

Ya Allah jadikanlah kami tergolong orang yang memandangMu di dunia dengan kedua mata hatinya dan di akhirat memandang dengan kedua mata kepalanya. Dan berikan kami di dunia kebajikan dan di akhirat kebajikan pula, dan lindungi kami dari azab neraka.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.