(BAB TIGA 48) MENJAGA PERASAAN HATI SYEIKH (Al-Qusyairyyah)
48.
MENJAGA PERASAAN HATI SYEIKH
Allah swt. berfirman dalam kisah Nabi Musa as. Bersma al-Khidhr as. :
“Musa berkata kepada Khidhr : “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepada ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.” (Qs. Al-Kahfi :66).
Al-Junayd berkata : “Ketika Musa ingin berguru kepada Khidr, beliau menjaga syarat-syarat etika. Pertama, mohon izin dalam berguru, lantas al-Khidhr memberi syarat kepadanya agar tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak mengajukan protes atas keputusannya. Namun ketika Musa as. Mulai kontra terhadapnya, dibiarkanlah sikapnya yang pertama dan kedua. Tetapi kontra untuk ketiga kalinya – dan yang ketiga merupakan batas minim dari jumlah banyak dan awal dari batas banyak – maka terjadilah perpisahan. Khidhr berkata :
“Inilah perpisahan antara aku dan antara kamu.” (Qs. Al-Kahfi:78).
Rasulullah saw. bersabda : “Orang muda yang tidak menghormati seorang guru (Syeikh) karena usianya, melainkan Allah akan menakdirkan baginya, kelak orang akan menghormati dirinya saat usianya sudah tua.” (H.r. Tirmidzi).
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Awal segala perpisahan adalah pertentangan. Yakni, orang yang kontra dengan syeikhnya, berarti ia tidak menetapi tharikatnya. Hubungan antara keduanya telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah. Barangsiapa berguru kepada salah satu syeikh, kemudian dalam hatinya ada kinflik, maka janji pertalian guru dan murid telah rusak, dan ia wajib berTaubat.”
Salah satu syeikh berkata : “Menyakiti para guru, tidak ada lagi Taubatnya.”
Saya mendengar Abu Abdurrahman as-Sulamy berkata : “Aku pergi ke Marw apda saat syeikhku, Abu Sahl ash-Sah’luky masih hidup. Sebelum aku keluar dulu, pada hari-hari Jum;at pagi selalua da majelis Khtamul Qur’an. Tetapi ketika aku kembali, majelis tersebut telah tiada. Diganti dengan suatu forum diskusi yang dipimpin oleh Abul Ghaffany. Kenyataan itu membuatku gelisah, dan aku berkata padaku : “Hai Abu Abdurrahman, apa yang diperbincangkan banyak orang tentang diriku?” Aku berkata padanya : “Mereka mengatakan; majleis Al-Qur’anul Karim telah dihilangkan dan diganti majelis diskusi.” Lantas syeikh berkata : “Siapa saja yang berrkata kepada gurunya : “Mengapa? Maka dia tak akan bahagia selamanya.”
Uccapan yang populer dari al-Junayd antara lain : “Aku memasuki rumah Sary as-Saqathy pada suatu hari. Dia memerintahkan sessuatu padaku, dan aku bergegas memenuhi kebutuhannya. Maka di saat aku kembali kepdanya, ia memberikan secarik kerts, sembari berkata : “Inilah kedudukan pemenuhanmu atas kebutuhanku yang begitu cepat.” Lalu kubaca pada kertas itu, ternyata di sana tertulis :
Aku mendengar orang yang berjalan di padang pasir menyanyi,
Aku menangis, dan tahukah engkau, mengapa?
Aku menangis karena ketakutan
Bila engkau memisahkan diriku
Bila engkau memisahkan ikatan-ikatan hatiku
Bila engkau menghindar dariku.”
Diriwayatkan dari Abul Hasan al-Hamdzany al-Alawy yang berkata : “Suatu malam aku berada di tempat Ja’far al-Khuldy. Padahal waktu itu aku diperintah untuk menggantungkan burung di atas dapur. Hatiku sangat berkait dengan burung itu. Ja’far berkata padaku : “Bangunlah malam ini.” Aku merasa ada yang mengganjal dan aku pun pulang. Kukeluarkan burung dari dapur dan kuletakkan di sisiku. Tiba-tiba ada anjing masuk dari arah pintu. Anjing itu langsung meraih burung, di saat orang-orang yang hadir alpa. Ketika esok paginya aku datang ke Ja’far, sejenak pandang matanya tertuju padaku, dan berkata : “Siapa yang tidak menjaga perasaan hati para syeikh, ia akan dipaksa oleh anjing yang menyakitinya.”
Abdullah ar-Razy mendengar Abu Utsman Sa’id al-Hiry sedang menjelaskan sifat Muhammad ibnul Fadhl al-Balkhy, dan memuji-mujinya. Tiba-tiba Abdullah sangat rindu pada al-Balkhy, kemudian pergi berziarah pdanya. Namun hatinya tidak berkenan pada Muhammad ibnul Fadhl. Lalu ia kembali ke Abu Utsman, dan Abu Utsman bertanya : “Bagaimana, Anda sudah menemuinya?” Abdullah menjawab : “Aku tak menemui apa-apa sebagaimana kuduga.” Lantas Abu Utsman berkata : “Karena Anda mengaanggapnya rendah. Dan tak seorang pun yang menganggap rendah seseorang melainkan ia terhalang dari sari faedah. Kembalilah padanya dengan penuh hormat.” Abdullah pun kembali kepadanya dan banyak mengambil manfaat dari ziarahnya itu.
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Ketika penduduk Balkh mengusir Muhammad ibnul Fadhl dari daerahnya, dia mendo’akan meraka : “Ya Allah, cegahlah kejujuran dari mereka.” Maka setelah itu tak seorang jujur pun yang muncul dari daerah Balkh.
Saya mendengar Ahmad bin Yahya al-Abiwady – rahimahullah ta’ala – berkata : “Barangsiapa syeikhnya ridha, ia tidak akan menyimpang pada saat hidupnya, dengan maksud agar rasa ta’dzimnya kepda syeikh tersebut tidak hilang. Apabila syeikh telah meninggal dunia Allah swt. akan menampakkan balasan ridhanya syeikh kepadanya. Namun, barangsiapa membuat hatinya syeikh berubah, maka ia tak akan menyipang pada zaman syeikh tersebut hidup, karena ia tak ingin membelenggunya. Mereka senantiasa memiliki karakter untuk menghormati. Apabila syeikh tersebut meninggal dunia, maka pada saat itulah muncul suatu penyimpangan sepeninggalnya.”
Tidak ada komentar: